Jakarta,suluhdesa.com-Sengketa lahan di Desa Nangahale, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali memanas.
Kuasa hukum PT. Krisrama, Petrus Selestinus, pada Kamis (13/2/2025) dengan tegas membantah klaim hak ulayat yang diajukan oleh sekelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai masyarakat adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut. Klaim ini terkait lahan seluas 3.258.620 meter persegi yang telah diberikan HGU-nya kepada PT. Krisrama pada 20 Juli 2023.
Petrus Selestinus, yang juga Advokat Perekat Nusantara dan Koordinator TPDI, menyatakan klaim tersebut tidak berdasar hukum. Ia berpedoman pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang mengatur pengakuan dan penghormatan hak ulayat hanya diberikan kepada kesatuan masyarakat hukum adat yang nyata keberadaannya, sesuai perkembangan masyarakat, dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Petrus, selama lebih dari 113 tahun, sejak tahun 1912, tidak ada bukti yang menunjukkan eksistensi kedua suku tersebut sebagai pemegang hak ulayat atas lahan tersebut.
“Selama lebih dari seabad, lahan HGU Nangahale dikelola PT. Krisrama (dahulu PT. DIAG) secara legal, tanpa ada gugatan. Tiba-tiba muncul klaim ini,” tegasnya dalam keterangan tertulis.
Petrus menambahkan, kelompok yang mengaku sebagai masyarakat adat tersebut tidak memiliki bukti fisik dan yuridis yang mendukung klaim mereka. Mereka tidak terdaftar sebagai pemegang hak ulayat di Kantor Pertanahan Sikka dan belum pernah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan tersebut.
Ia menyebut kelompok ini sebagai “Organisasi Tanpa Bentuk (OTB)”.
Untuk memperkuat argumennya, Petrus memaparkan kronologi kepemilikan lahan tersebut:
– 1926: Amsterdam Soenda Compagni menjual Perkebunan Nangahale (sekitar 1.438 hektare) kepada Apostholishe Vicariaad van de Klaine Soenda Ellanden.
– 1956: Vikariat Apostolik Ende mendapat persetujuan Pemerintah Swapraja Sikka untuk mengembalikan sebagian tanah konsesi Nangahale (sekitar 783 hektare).
– 1979: Setelah UU Pokok Agraria berlaku, Keuskupan Agung Ende mengajukan permohonan HGU.
– 20 Juli 2023: Negara memberikan HGU kepada PT. Krisrama seluas 3.258.620 meter persegi.
Petrus menekankan bahwa pemberian HGU oleh negara kepada PT. Krisrama telah melalui proses panjang dan kajian hukum yang ketat.
Ia juga membantah narasi yang menyebut adanya pelanggaran HAM dan penggusuran warga oleh Gereja.
Ia menegaskan bahwa PT. Krisrama dilarang menyerahkan pemanfaatan lahan HGU Nangahale kepada pihak lain kecuali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sengketa ini masih terus menjadi sorotan publik dan membutuhkan penyelesaian yang adil dan bijaksana, melibatkan semua pihak terkait untuk mencari solusi yang terbaik.
Perbaikan yang dilakukan meliputi:
– Penambahan detail: Menambahkan informasi luas lahan yang diperselisihkan.
– Penguatan argumen: Menjelaskan lebih rinci tentang dasar hukum yang digunakan oleh PT. Krisrama.
– Penyederhanaan kalimat: Membuat kalimat lebih ringkas dan mudah dipahami.
– Penambahan kesimpulan: Menambahkan kesimpulan yang lebih kuat dan menekankan perlunya penyelesaian yang adil.
– Penggunaan bahasa jurnalistik: Menggunakan bahasa yang lebih lugas dan objektif.***