PENULIS: Fahri Hamzah (Kordinator Kesra DPR RI 2014-2019)
SuluhDesa.com | Gagasan Prabowo tentang makan gratis bukan saja orisinil dan baru bagi Indonesia, tapi ini adalah gagasan yang strategis.
Makanya dalam debat, sulit dibantah. Tak ada statement yang tegas dari kedua lawan debat untuk mengatakan tidak setuju.
Tentang kritik Ganjar yang mengatakan penangan stunting terlambat dengan makan gratis, menunjukkan kurang dalamnya Ganjar memahami inti persoalan.
Inti persoalan anak-anak Indonesia adalah “kekurangan gizi kronis” yang menyebabkan mereka mengalami stunting dan gizi buruk.
Baca Juga: 2 Kriteria yang Harus Dimiliki Gibran untuk Menjadi Cawapres Prabowo Menurut Fahri Hamzah, Apa Saja?
Stunting merujuk pada pertumbuhan tinggi badan yg tidak sesuai dengan usianya (pendek) dan gangguan perkembangan otak. Sedangkan gizi buruk merujuk pada pertumbuhan berat badan yang tidak sesuai usianya (kurus).
Bagaimana mengintervesinya? Dicegah dengan cara memberikan asupan makan bergizi untuk ibu hamil sampai melahirkan dan membesarkan.
Oleh sebab itu, program Prabowo Gibran adalah memberi bantuan makan bergizi untuk ibu hamil. Apakah yang sudah terlanjur stunting didiamkan saja?
Tidak ada kata terlambat, karena pada dasarnya stunting adalah masalah kekurangan gizi. Ketika mereka masuk usia sekolah, program bantuan gizi melalui makan gratis di sekolah harus tetap dilakukan.
Karena dengan gizi yang baik, selain akan membuat anak tumbuh sehat, juga akan menunjang perkembangan otak anak. Dan pada akhirnya akan menperbaiki kinerja belajar anak.
Banyak literatur akademik dan pengalaman empiris banyak negara yang telah membuktikannya. Makan siang gratis di sekolah ini juga akan mengurangi beban ekonomi orang tua terutama dalam upaya memberikan makanan yang bergizi tinggi.
Realitanya, sebagian besar keluarga miskin dan pra sejahtera tidak mampu menjangkau akses makanan bergizi.
Program makan siang gratis ini akhirnya menjadi program yang praktis dalam mengatasi kemiskinan dan strategis bagi pembangunan generasi muda mendatang.
Dari sisi demografi, saat ini kita memiliki peluang “bonus demografi” dimana penduduk usia produktif kita lebih besar akan tetapi kualitas mereka masih sangat rendah.
Kemampuan akademik rata-rata anak Indonesia begitu rendah dalam tes PISA (Programme for Interntional Student Assesment). Prevalensi Stunting masih 21,6%, di atas batas 20% yaitu angka darurat yang ditetapkan WHO.
Dampaknya adalah angkatan kerja kita sebagian besar (60%) hanya mampu meluluskan pendidikan sampai SMP. Sehingga produktifitas mereka tidak maksimal.
Padahal bonus demografi yang kita nikmati diperkirakan akan berakhir pada tahun 2035 nanti. Makanya perlu kebijakan yang cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita.
Sehingga program makan siang gratis ini perlu didukung dan menjadi agenda nasional.
Tentu dengan disinergikan dengan program pendidikan dan kesehatan yang sudah ada, seperti peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga kesehatan.
Dengan program yang tepat dan menusuk jantung persoalan tersebut, insyaAllah akan lahir generasi emas yang siap membangun ekonomi dan mencapai Indonesia maju tahun 2045. ***