Webinar Simulation Exercises: PNS Wajib Tahu 9 Simulasi Metode Assessment Center, Mana Yang Terbaik?

KUPANG, suluhdesa.com | Assessment Center adalah satu-satunya metode yang memiliki akurasi penilaian terbaik saat ini. Berbicara metode, maka kita tidak bisa pisahkan dengan apa yang disebut dengan simulasi.

Dalam prakteknya, masih banyak orang yang salah kaprah atau salah paham soal simulasi.

George C. Thorton III dan Debora Rupp adalah dedengkotnya assessment center. Meminjam bahasanya Wilfridus M. Kako Nono, narasumber webinar bedah karya terjemahan Simulation Exercises yang dilaksanakan secara daring, Kamis (11/08/2022), mereka adalah legend-nya metode assessment center. 

Kepakarannya di bidang ini (penilaian kompetensi, red) tak perlu diragukan lagi dan karya mereka selalu menjadi rujukan implementasi penilaian kompetensi berbasis metode assessment center. 

Wilfrid berhasil menerjemahkan salah satu bab dari buku berjudul Assessment Centers in Human Resource Management Strategies for Prediction, Diagnosis, and Development. 

Pembedah 1, Zul Sweison Amran, ST, MA, mengatakan  Wilfrid berhasil menyadur tanpa mengubah esensi dari buku tersebut.

Baca Juga: IASA Gandeng Assessment Center BKD Provinsi NTT Gelar Webinar Bedah Karya Terjemahan Simulation Exercises

Hal yang pertama, sebelum melangkah menguliti bab tersebut, Wilfrid mengajak peserta untuk membangun kesepahaman tentang simulasi. 

“Apa itu simulasi saya merasa penting untuk menyampaikan ini di awal supaya kita punya kesamaan pemahaman atau persepsi,” katanya.

Mengutip dari buku tersebut,  Wilfrid mengatakan simulasi merupakan situasi yang memunculkan stimuli yang kompleks dan menuntut respon yang kompleks pula. 

Situasi dibuat, didisain atau direkayasa sedemikian rupa mendekati situasi riil atau  realitas pekerjaan/jabatan. Situasi yang direkayasa ini untuk memunculkan kompetensi. 

Kata Wilfrid, buku tersebut  bukan saja menampilkan apa prosesnya,  dia memberi catatan kelebihan dan kekurangan serta tantangannya jika menerapkan setiap simulasi tersebut.  

Menurut Throton dan Rupp (2006), ada 9 kompetensi yang dapat digunakan dalam penilaian kompetensi, yakni ;

1. Analisis Kasus

Asesi diberi masalah, lalu mereka diminta untuk memberikan rekomendasi. Analisis kasus tidak hanya menilai substansinya juga bentuknya. Sebagai contoh, asesi diberi tugas memberi telaah staf, apakah bentuknya (sistematika, red) sesuai atau tidak, selain substansinya. Kompetensi manajerial yang dinilai substansi, sedangkan kompetensi bidang dinilai bentuknya.

Biasanya yang paling umum yang hendak digali dari simulasi ini adalah kompetensi pengambilan keputusan. 

Baca Juga: Webinar Karya Terjemahan, Wilfrid K. Nono: Jangan Ragukan Penulis, Ragukan Penerjemah, Karena Itu Kita Hadir

Keunggulan simulasi ini agak fleksibel, selain menilai atribut umum dan teknis, juga bisa dikombinasikan dengan simulasi lain, misalnya presentasi.

“Itu yang kemarin kami coba praktekan ketika melakukan penilaian kompetensi untuk calon supervisor PT. BGR. Jadi, kami minta asesi untuk melakukan analisis terhadap masalah yang kami berikan, lalu kami lihat argumentasinya, pada saat presentasi kami challenge. Kami ajukan pertanyaan-pertanyaan yang cukup menantang untuk memastikan bahwa beliau menguasai apa yang ditulis.”

2. Presentasi

Simulasi ini mudah divirtualkan dan dapat dikombinasikan dengan Leaderless Group Discussion (LDG) Jadi, masing-masing asesi mempresentasikan gagasan kemudian ditanggapi asesi lain. Secara umum, simulasi ini mudah diadministrasikan atau dikonstruksikan.

Kompetensi yang digali oleh simulasi ini adalah komunikasi lisan atau efektivitas komunikasi.

3. Leaderless Group Discussion (LDG)

Analisis kasus bersifat personal, sedangkan LDG lebih komunal, bersama dengan yang lain, perannya bisa ditentukan atau tidak ditentukan. 

Menurut Wilfrid, hasil reset  Fenwick & Neal (2001),  mengatakan bahwa kita perlu memperhatikan komposisi demografi khususnya komposisi gender dalam sebuah kelompok diskusi.

Menurut penelitian ini, dikatakan bahwa jumlah perempuan per group berkorelasi dengan performa tim. 

Baca Juga: Assessment Center BKD Provinsi NTT Buka Diri Dengan BUMN, Seleksi Calon Supervisor PT. BGR Cabang Kupang

“Kenapa? Karena, katanya, perempuan mempunyai karakter kerjasama, dan kalau ini dipadukan dengan karakter laki-laki yang lebih analitis dan kompetitif, ini akan menjadi sebuah tim yang luar biasa, “ beber Wilfrid.

Dalam pengalaman, selain komposisi gender, juga usia atau senioritas, asumsi keterpilihan. Hal-hal ini kerap mempengaruhi mood asesi dalam diskusi. 

“Kadang-kadang orang yang diasumsikan dia akan dipilih, dia sangat aktif di awal, lama-lama dia menjadi notulen karena memang kompetensinya tidak sampai di situ, “ Wilfrid mencontohkan.

Kekurangan dari metode ini  adalah pola interaksi/tone sangat ditentukan oleh komposisi dan mood asesi dalam diskusi. 

Kelemahan lainnya, standarisasi antar group, apakah karakter pribadi atau hasil dinamika dalam group.

Kompetensi yang digali kerjasama, komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan.

4. Interview and Role Play

Hampir sama dengan wawancara kompetensi, tetapi lebih ke role play. Asesi berbicara dengan pemain peran. Pemain peran bisa asesor, bisa juga rekan kerja atau pelangga. Asesor melakukan observasi. 

Baca Juga: Terapkan CAT, Assessment Center Provinsi NTT Puji BKPSDM Sumba Barat, Bupati: Calon Terpilih Harus Berinovasi

Catatan penulis, role play kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, artinya bermain peran, tapi jangan disamakan arti bersandiwara. 

Jadi, bukan perilaku yang dibuat-buat atau menciptakan kesan seolah-olah. Yang dinilai dalam simulasi role play adalah perilaku yang otentik.

Kelebihan interview and role play, waktu yang dibutuhkan relatif singkat dan cocok diterapkan untuk supervisor yang belum berpengalaman dan pengembangan assessment center.  

Wilfrid membagi best practice yang dilakukan oleh almamaternya, Murdoch University, bagaimana melatih calon guru untuk bersikap dan bertindak terhadap murid (yang diwakili oleh avatar-avatar) dengan berbagai karakter dengan memanfaatkan teknologi metaverse.

Simulasi ini mampu mengungkapkan kompetensi komunikasi lisan, problem solving, ketegasan dan empati.

5. In Basket/In Box

Awalnya, in basket paperwork, dalam perkembangannya berbasis elektronik dengan memanfaatkan pesan suara, email, whatsapp, dan lain-lain.

Simulasi ini perlu memperhatikan time pressure sehingga asesi dapat mengambil keputusan-keputusan yang mendesak.

Keungulan In Basket dapat dikombinasikan dengan simulasi lain Wawancara untuk mendalami proses berpikir atau pertimbangan.

Baca Juga: Pemerintah Provinsi NTT Raih 5 Besar BKN Award Untuk Kategori Penyelenggara Penilaian Kompetensi

Ciri simulasi ini memiliki face validity tinggi untuk jabatan manajerial. Skor In Basket berkorelasi dengan performa atau kinerja asesi. 

Kelemahanya, waktu yang dibutuhkan lama berkisar 2-3 jam.  Solusinya, pilihan ganda. Namun ini bertentangan dengan prinsip simulasi sebagai didefenisikan pada awal tulisan ini.

Selain itu, kesulitan untuk membuat standar karena responnya kompleks. Solusinya,  buat contoh respon perilaku.

Simulasi In Basket digunakan untuk menggali kompetensi pengambilan keputusan, komunikasi, pendelegasian, perencanaan dan pengorganisasian, serta pengendalian. 

6. Oral Fact-Funding

Asesi diberikan informasi yang terbatas, kemudian mereka diberikan kesempatan untuk mencari informasi tambahan dari narasumber. Narasumber bisa asesor, bisa juga role player. Kesulitannya, kalau asesor menjadi narasumber, asesor  harus benar-benar menguasai materinya.  

Baca Juga: BKD Provinsi NTT Berbicara di Tingkat Nasional, Borong 3 Penghargaan BKN Sekaligus

Simulasi ini agak sulit dikonstruksikan dan adanya standarisasi. Meksipun demikian, simulasi ini dapat menstimulus kompetensi information seeking, berpikir analitis, pengambilan keputusan operasional, kepekaan sosial dan toleransi terhadap stres.

7. Tugas Kelompok Terpimpin

Dalam simulasi ini, administrator menunjuk satu asesi sebagai pemimpin kelompok. Kelompok diberi satu masalah untuk diselesaikan. Simulasi ini high fidelity-nya tinggi, mirip dengan situasi sehari-hari.  

Kelemahannya time consuming, waktu yang dibutuhkan lama, karena semua asesi diberikan kesempatan menjadi pemimpin. Solusinya, pemimpin bergantian selama sesi sedang berlangsung.

Simulasi ini untuk menggali kompetensi kepemimpinan.

8. Business Game

Cirinya interaktif, tak terstruktur (unstructured) dan tak dapat diprediksi (unpredictable)

Simulasi menyerupai situasi riil di lapangan. Di awal, dimulai dengan diskusi, berpindah ke situasi yang lain, dengan simulasi presentasi, fact funding, dan sebagainya.

Simulasi ini lebih realistis dan asesi bisa pelajari beberapa keterampilan sekaligus (dalam konteks pengembangan assessment center).

Kelemahannya, agak sulit dan mahal (sedikit yang menggunakannya. Dan, asesor sulit untuk mengobservasi karena asesi berpindah-pindah tempat.Kompetensi yang digali melalui simulasi ini meliputi kerjasama, perencanaan strategis dan kepemimpinan.

9. Simulasi Terintegrasi

Merupakan kombinasi semua simulasi yang ada. Skenarionya ada dua. Skenario pertama, hasil simulasi pertama sebagai input untuk simulasi berikut. Skenario kedua, seperti simulasi IB, informasi umum disajikan di awal, lalu simulasi-simulasi lain berikutnya menggunakan informasi di awal.

Simulasi ini menyerupai pekerjaan sehari-hari, realistas dan aktual. Tapi,  ada pro dan kontra. Pihak yang kontra berpendapat simulasi yang berdiri sendiri lebih realistis karena dalam kenyataan pejabat di menit-menit awal mendisposisikan surat, kemudian mengikuti rapat, sehingga tidak ada hubungan satu sama lain. 

Baca Juga: Webinar Karya Terjemahan, Wilfrid K. Nono: Jangan Ragukan Penulis, Ragukan Penerjemah, Karena Itu Kita Hadir

Sementara pihak yang  pro menilai simulasi ini lebih fair, fresh star di setiap simulasi. Misalnya, asesi di LDG kurang perform, disimulasi lain performnya baik. Artinya, tidak ada kontaminasi atau bias antar simulasi.

Pertanyaannya, mana simulasi yang paling baik? 

Mengutip pendapat Thorton dan Rupp, Wilfrid menegaskan tidak ada simulasi yang paling baik. Semuanya sangat relatif, bisa baik,  bisa juga tidak.

Karena simulasi itu dikatakan baik jika penuhi 4 syarat, yakni pekerjaan, tujuan, konten dan sumber daya.

Simulasi tersebut harus mirip dengan pekerjaan  pekerjaan atau jabatan yang akan diduduki. Tujuan harus jelas. Apakah untuk kebutuhan seleksi, diagnosa atau pengembangan?

Konten merupakan syarat lain. Kompetensi apa saja yang mau diukur. Tentu, terakhir, sumber daya meliputi ketersediaan waktu dan asesor. 

Jadi, sebuah simulasi terbaik atau tidak, itu relatif, selama memenuhi 4 syarat di atas atau tidak? (*)

Pos terkait