TOXIC RELATIONSHIP: Observasi di Kalangan Orang Muda Katolik Stasi Hati Kudus Yesus Beumopu

Penulis: Maria Sophiawati Lelu Goa (Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang)

Email goamaria502@gmail.com


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk toxic relationship dalam berpacaran, faktor-faktor penyebab terjadinya toxic relationship dalam berpacaran dan dampak toxic relationship terhadap remaja korban toxic relationship dalam menjalin hubungan kembali dengan lawan jenis.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan hasil observasi dengan pendekatan fenomenologi.

Pendekatan ini digunakan untuk menggali dan mengkaji pengalaman remaja yang pernah menjalin hubungan yang toxic dalam pacaran, sehingga dapat mengungkap alasan mereka bertindak di lingkungannya.

Peneliti menggunakan teori tindakan sosial Max Weber sebagai landasan teori dalam penelitian ini. (Putra et al., 2023).

Baca Juga: Kloning Manusia: Tantangan Hukum Kodrat dan Etika di Era Teknologi Canggih

Hasil penelitian ini pada remaja yang pernah mengalami toxic relationship dalam berpacaran ini menunjukkan bahwa pertama, bentuk tindak kekerasan yang dialami remaja yaitu, kekerasan fisik, kekerasan psikologis dan kekerasan ekonomi.

Kedua, faktor yang menyebabkan terjadinya toxic relationship pada remaja, yakni faktor internal seperti keeadaan emosi yang belum stabil, cara berpikir yang belum matang dan korban ketergantungan dengan pasangannya dan faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan sosial, rasa cemburu, selingkuh dan tidak patuh.

Ketiga, dampak yang dialami oleh beberapa anggota Orang Muda Katolik di Stasi Hati Kudus Yesus Beumopu yang pernah mengalami toxic relationship dalam pacaran dalam menjalin hubungan kembali dengan lawan jenis yakni dampak secara psikologis seperti munculnya rasa takut dan trauma untuk menjalin hubungan kembali dengan lawan jenis.

Namun terdapat informan yang mengaku kesulitan untuk mengenal orang baru dan akhirnya memilih untuk sendiri ((Putra et al., 2023).

Kata kunci: Toxic relationship, kekerasan, berpacaran

Abstract

This study aims to determine the forms of toxic relationships in dating, the factors that cause toxic relationships in dating and the impact of toxic relationships on adolescent victims of toxic relationships in re-establishing relationships with the opposite sex.

This research uses qualitative research methods and observation results with a phenomenological approach.

Baca Juga: Filsafat Sebagai Jalan Membangun Relasi Sosial

This approach is used to explore and examine the experiences of adolescents who have been in toxic relationships in dating, so as to reveal the reasons they act in their environment. Researchers used Max Weber’s social action theory as a theoretical basis in this study. (Putra et al., 2023)

The results of this study on adolescents who have experienced toxic relationships in dating show that first, the forms of violence experienced by adolescents are physical violence, psychological violence and economic violence.

Second, the factors that cause toxic relationships in adolescents, namely internal factors such as unstable emotional states, immature ways of thinking and victims of dependence on their partners and external factors such as the influence of the social environment, jealousy, cheating and disobedience.

Third, the impact experienced by some members of young Catholics in the Station of the Sacred Heart of Jesus Beumopu who have experienced toxic relationships in dating in re-establishing relationships with the opposite sex, namely psychological impacts such as (Putra et al., 2023)

Keywords: Toxic relationship, violence, dating

PENDAHULUAN

Hubungan romantis adalah aspek penting dalam kehidupan manusia. Namun, tidak semua hubungan berjalan dengan baik.

Beberapa hubungan dapat menjadi toksik, di mana ada pola perilaku yang merugikan dan merusak kesehatan emosional salah satu atau kedua pasangan.

Artikel ini bertujuan untuk mengamati dan menganalisis tanda-tanda dan pola perilaku dalam hubungan toksik dalam konteks berpacaran di kalangan Orang Muda Katolik Stasi Hati Kudus Yesus Beumopu menurut hasil observasi.

Terdapat beberapa bentuk toxic relationship yang terjadi saat  melakukan observasi Bentuk bentuk toxic relationship tersebut ialah kekerasan fisik (physical abuse), kekerasan mental (mental abuse), kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Bentuk-bentuk ini menjadi ciri khas yang sering dialami oleh pasangan ketika dirinya menyadari hubungan yang toxic ketika berpacaran (hidayat fahrul, 2023)

 Metode:

Observasi dilakukan melalui wawancara dengan beberapa pasangan yang mengalami hubungan toksik dalam berpacaran.

Wawancara dilakukan secara terpisah dengan masing-masing pasangan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengalaman mereka.

Selain itu, pengamatan juga dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap interaksi pasangan saat mereka berada dalam situasi sosial atau kegiatan bersama.

Hasil:

Selama observasi, berbagai tanda dan pola perilaku dalam hubungan toksik teramati.

Beberapa tanda-tanda yang sering muncul adalah:

  1. Kontrol berlebihan: Salah satu pasangan cenderung mengendalikan dan membatasi kehidupan pasangan lainnya. Mereka mungkin memantau aktivitas, mengatur siapa yang boleh diajak berteman, atau bahkan membatasi kebebasan finansial.
  2. Manipulasi emosional: Salah satu pasangan menggunakan manipulasi emosional untuk mendapatkan keinginan mereka. Mereka mungkin menggunakan ancaman, pemerasan emosional, atau memanfaatkan kelemahan emosional pasangan lainnya.
  3. Kekerasan verbal atau fisik: Ada kecenderungan untuk menggunakan kata-kata kasar, menghina, atau bahkan kekerasan fisik dalam hubungan ini. Pasangan yang terlibat dalam hubungan toksik seringkali merasa takut atau terintimidasi.
  4. Isolasi sosial: Salah satu pasangan berusaha untuk mengisolasi pasangan lainnya dari keluarga, teman, dan lingkungan sosial mereka. Hal ini dilakukan untuk memperkuat kontrol dan ketergantungan emosional.

Diskusi:

Hasil observasi ini menunjukkan bahwa hubungan toksik dalam berpacaran dapat memiliki dampak yang merugikan pada kesehatan emosional dan psikologis pasangan yang terlibat.

Pola perilaku yang merusak seperti kontrol berlebihan, manipulasi emosional, kekerasan verbal atau fisik, serta isolasi sosial dapat menyebabkan stres, kecemasan, depresi, dan rendahnya harga diri.

Hal tersebut merupakan salah satu sebab dari sebuah hubungan yang tidak sehat atau biasa dikenal dengan “toxic relationship”.

Hubungan tersebut memiliki beberapa karakteristik yang berlawanan dengan hubungan yang sehat.

Bila hubungan yang sehat lebih bersifat dua arah, toxic relationship cenderung satu arah dan menguntungkan satu pihak saja, adapun pihak lain lebih sering merasa dirugikan.

Kesimpulan:

Observasi hubungan toksik dalam berpacaran memberikan wawasan yang berharga tentang tanda-tanda dan pola perilaku yang merugikan dalam hubungan romantis.

Dengan memahami tanda-tanda ini, kita dapat lebih peka terhadap hubungan yang tidak sehat dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri kita sendiri atau orang lain dari hubungan yang merusak.

Penting untuk mempromosikan hubungan yang sehat, saling menghormati, dan mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan emosional pasangan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimaksih atas kerjasama dari Orang Muda Katolik yang sudah mau membagi pengalamanya lewat wawancara dan lewat pengamatan penulis.

DAFTAR PUSTAKA

hidayat fahrul, D. (2023). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. 31–41.

Hikmah, U. M. (2019). Waspada! Toxic Relationship Semakin Meningkat Setiap Tahunnya.

Putra, D. A., Hayu, P., & Tyas, P. (2023). Fenomena Toxic Relationship dalam Berpacaran. Journal of Counselling and Personal Development5(1), 54–62. https://e-journal.usd.ac.id/index.php/solution/index (Putra et al., 2023) (Hikmah, 2019) ***

Pos terkait