Menggunakan sintaks yang telah dihasilkan dalam kegiatan pelatihan ini, bukan hanya karya-karya pegiat seni, dalam hal ini guru-guru peserta kegiatan. Sintak ini dapat digunakan oleh guru kepada siswa. Dengan demikian siswa menghasilkan karya seni baru lainnya dari perjumpaan mereka dengan seni tradisi.
Oleh:
Karolus Budiman Jama
Koordinator Program Studi Ilmu Linguistik Undana
OPINI, suluhdesa.com | Dua hari (9-10 Juli 2024), sembilan puluh orang pegiat seni yang terdiri dari guru-guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Kupang mengikuti kegiatan”Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Kesenian Tradisional”. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang.
Melibatkan guru-guru sebagai pegiat seni adalah sebuah langkah maju yang patut diapresiasi. Sebab, ditangan gurulah sumber daya manusia bertumbuh dan berkembang. Melalui guru-guru, kecerdasan emosional dan motorik siswa bertumbuh dan berkembang.
Kreativitas Seni: Menumbuhkembangkan Kecerdasan Emosional dan Motorik
Seni merupakan keahlian yang menata kemampuan emosi dan motorik (baca: bukan dua hal ini saja tetapi juga kognitif, afektif, dan spiritual). Tidak seorang seniman pun mampu berkarya tanpa melatih dua kemampuan ini. Seniman akan berkembang dan maju, ketika ia konsisten dalam berkarya. Seniman yang terus berkesenian atau melakukan proses kreatif seni, kecerdasan emosional dan motoriknya bertahan bahkan cenderung bertumbuh.
Banyak riset menunjukkan bahwa proses kreatif seni menumbuhkembangkan kecerdasan emosinal dan motoric anak. Dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan menyadari bahwa berkesenian membantu meningkatkan kecerdasan. Tokoh Pendidikan seperti Montesori dan Ki Hadjar Dewantara, misalnya, mengedepankan pengalaman dan praktik. Mereka memfungsikan seni untuk memberi pengalaman motoric dan emosi.
Mengolaborasi seni dalam kegiatan pembelajaran, membuat pembelejaran itu menjadi lebih menyenangkan. Suasana menyenangkan akan menimbulkan respons positif siswa. Siswa menjadi lebih fokusm rileks dan lebih cepat menyerap pengetahuan.
Kegiatan peningkatan sumber daya manusia dalam kesenian tradisi ini secara eksplisit memberi rangsangan terhadap kecerdasan dimaksud. Kegiatan ini, juga menjadi model dalam kreativitas seni untuk diajarkan kepada siswa-siswi sehingga dapat menumbuhkankembang dua kecerdesan tersebut.
Pegiat-pegiat seni yang terdiri dari guru-guru di Kota Kupang ini telah menunjukkan itu dalam proses kreativitas mereka. Dalam waktu yang cukup singkat, mereka menghasilkan karya seni baru berbasis tradisi. Keberhasilan pegiat seni dalam menghasilkan karya seni baru ini, karena konsisten mengasah emosi dan motoric mereka dalam bidang seni.
Letak yang menunjukkan proses kreativitas seni dalam menumbuhkembangkan dua kecerdasan ini adalah pada hasil karya seni. Dalam kegiatan peningkatan sumber daya manusia ini, pegiat-pegiat seni tidak berhenti pada menggarap konsep karya seni yang terinspirasi dari seni tradisi. Namun, mewujudkannya dalam bentuk karya seni tari, music, rias dan kostum. Wujud karya seni yang dihasilkan menunjukkan bahwa terjadi proses kecerdasan emosional dan motorik.
Klaim adanya proses kecerdasan emosional dan motoric, karena karya yang dihasilkan menunjukkan adanya dinamika. Dinamika dalam karya seni terdeteksi melalui ruang-ruang estetik yang dirangkaikan.
Menarik dari kegiatan pelatihan ini, tidak hanya menghasilkan karya seni tari dan unsur penunjang tari. Hasil lain yang diperoleh dari kegiatan ini yaitu sintaks dalam proses pembelajaran penciptaan karya seni. Melalui sintaks ini, guru-guru dapat menerapkannya di sekolah. Melalui sintaks ini, anak-anak sekolah dapat mengasah kreativitas seni. Dengan demikian dapat menumbuhkembangkan kecerdasan emosional dan motorik mereka.
Kreativitas seni: Menemukan Seni Tradisi & Karya Garapan Baru
Banyak jalan menuju Roma. Penggalan pepatah ini memberi gambaran kepada kita bahwa untuk mencapai sesuatu, banyak cara yang dapat dilakukan. Secara dekonstrutif dapat dikatakan, kita tidak dapat mencapai sesuatu kalau tidak mencari jalan menuju ke sana.
Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, juga, menjadi jalan untuk menemukan nilai estetik pada seni tradisi. Nilai estetik yang ditemukan, kemudian menjadi dasar untuk menggarap karya seni tari, musik, rias dan kostum.
Menemukan tidak cukup merasakan secara indera. Misalnya, penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan rasa. Menemukan seni tradisi, penting melibatkan pikiran melalui proses membaca. Membaca tidak dimaksudkan secara literal. Akan tetapi menafsirkan untuk memeroleh maknanya.
Menemukan seni tradisi, salah satu jalannya adalah melalui proses kreatif. Dalam proses kreatif inilah seorang seniman melibatkan pikirannya untuk membaca. Dari membaca, kita mendapatkan nilai estetiknya. Melalui nilai estetik yang ditemukan ini kemudian menjadi dasar dalam menggarap dan menghasilkan sebuah karya seni garapan baru.
Karya-karya seni yang dihasilkan melalui proses ini memberi nilai bagi publik. Khususnya dunia Pendidikan. Sampainya karya seni garapan baru kepada siswa apabila karya-karya baru ini dijadikan materi dalam proses pembelajaran seni di sekolah.
Tentu, karya seni garapan baru berbasis seni tradisi yang diajarkan, membuka wawasan siswa tentang seni tradisi. Mereka akan menemukan nilai-nilai estetik dalam seni tradisi. Lebih jauh dari itu, harapannya adalah, ada tindak lanjut menerapkan model kegiatan ini untuk dilakukan secara individu ataupun kelompok di setiap sekolah.
Sintaks yang dihasilkan dalam kegiatan ini menjadi petunjuk sistematis untuk menemukan nilai estetik. Nilai estetika ini yang dijadikan dasar dalam menghasilkan karya-karya baru lainnya.
Menggunakan sintaks yang telah dihasilkan dalam kegiatan pelatihan ini, bukan hanya karya-karya pegiat seni, dalam hal ini guru-guru peserta kegiatan. Sintak ini dapat digunakan oleh guru kepada siswa. Dengan demikian siswa menghasilkan karya seni baru lainnya dari perjumpaan mereka dengan seni tradisi. (*)