Pimpin Misa di Kapela Stasi YMY Liliba, Pater En Beoang MSSCC: Rabu Abu Bagaikan Bunyi Sangkakala

Pater En Beoang, MSSCC memberikan komuni pada perayaan Rabu Abu di Stasi YMY Liliba

Kupang, Suluhdesa.com – Gereja Katolik sedunia memasuki masa Prapaskah yang diawali dengan perayaan Rabu Abu, termasuk umat Stasi Yesus Maria Yosef (Stasi YMY) Liliba, Paroki St. Yosef Pekerja Penfui, Keuskupan Agung Kupang.

Misa Rabu Abu yang dijadwalkan pagi dan sore ini berlangsung penuh khidmat.

Sejak pukul 05.00 WITA, umat Katolik Stasi YMY mulai berdatangan ke gereja untuk mengikuti misa pagi.

Misa yang dimulai pukul 06.00 WITA dipimpin oleh Pater En Beoang, MSSCC, dengan jumlah umat yang membludak hingga panitia harus menambahkan ratusan kursi di gedung gereja baru yang masih dalam proses pembangunan.

Rabu Abu: Pengingat Akan Kerapuhan dan Harapan

Dalam homilinya, Pater En Beoang mengilustrasikan peristiwa kebakaran hebat di Los Angeles, California, beberapa bulan lalu akibat pemanasan global.

Banyak orang terpaksa melarikan diri dan ketika mereka kembali, rumah-rumah mereka telah menjadi abu.

“Apa yang kita bangun, apa yang kita kumpulkan, bahkan diri kita sendiri akan menjadi abu. Ini menunjukkan kepada kita bahwa kita adalah manusia yang rapuh,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa Rabu Abu menjadi momen pengingat akan kelemahan manusia serta panggilan untuk kembali kepada Tuhan.

Masa Prapaskah adalah masa pertobatan dan refleksi, di mana umat diajak untuk mengingat tujuan hidup sejati mereka.

“Ada pertobatan atas kesombongan kita saat menerima abu pada hari ini. Masa Prapaskah adalah masa penuh pengharapan karena dalam kita berharap pada kasih Tuhan yang penuh belas kasih atas diri kita,” tambahnya.


Masa Prapaskah: Memperbaharui Komitmen

Pater En juga menyatakan bahwa Rabu Abu bagaikan bunyi sangkakala yang mengingatkan kita untuk tidak menunda pertobatan hingga hari esok, tetapi memperbarui komitmen hari ini juga.

Kerajaan Allah tidak diperoleh dengan mudah, tetapi membutuhkan usaha untuk selalu memperbarui diri agar tetap kudus dan murni di hadapan Tuhan.

“Kita semua adalah calon jenazah. Bukan untuk menakuti, tetapi untuk mengingatkan kita akan kefanaan hidup di dunia ini,” tuturnya.

Ia mengutip Rasul Paulus yang mengajak umat untuk memberikan diri agar didamaikan dengan Allah.

Kasih Allah kekal atas kita, dan dalam bacaan Injil kita diingatkan untuk berdoa, berpuasa, dan bersedekah dengan rendah hati, bukan sebagai ajang pamer.

“Selamat memasuki Retret Agung,” pungkasnya.

Misa Rabu Abu ini menjadi awal dari masa penuh refleksi, di mana umat Katolik diajak untuk kembali kepada Tuhan dengan hati yang bersih dan penuh pertobatan.

Dengan abu di dahi sebagai simbol kefanaan, umat diingatkan untuk menapaki jalan Prapaskah dengan penuh kesadaran dan harapan. (gbm)

Pos terkait