Pemanfaatan Pangan Lokal untuk PMT Berbasis Kearifan Lokal Tingkatkan Gizi Balita di Desa Mandungo

Sumba Barat Daya, Suluhdesa.com — Tingginya angka balita dengan status gizi kurang di Dusun 2 Desa Mandungo, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi perhatian serius sejumlah dosen dan mahasiswa Program Studi Keperawatan Waikabubak, Poltekkes Kemenkes Kupang.

Berangkat dari permasalahan tersebut, tim dosen dan mahasiswa menginisiasi sebuah kegiatan pengabdian masyarakat bertema “Pemanfaatan Pangan Lokal untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbasis Kearifan Lokal pada Ibu Balita di Dusun 2”.

Kegiatan ini tidak hanya berorientasi pada penyuluhan semata, namun mengusung pendekatan edukatif-partisipatif, yang mengajak para ibu balita untuk terlibat aktif dalam pelatihan pengolahan makanan tambahan bergizi menggunakan bahan pangan lokal seperti daun kelor, ubi, jagung, dan pisang yang melimpah di wilayah tersebut.

Ketua pelaksana kegiatan, Verayanti Albertina Bata, S.Kep.,Ns.,MPH menyampaikan bahwa pendekatan ini bertujuan membangkitkan kembali kesadaran masyarakat akan potensi pangan lokal yang selama ini terabaikan.

“Ironis sekali, di tengah kelimpahan bahan pangan lokal, kita masih mendapati angka balita gizi kurang yang cukup tinggi. Kuncinya ada pada pengetahuan dan keterampilan mengolah bahan tersebut menjadi makanan yang sesuai bagi balita,” jelasnya.

Kegiatan ini mencakup penyuluhan tentang pentingnya gizi seimbang bagi anak usia dini, praktik langsung pembuatan PMT, diskusi kelompok, hingga evaluasi.

Salah satu inovasi yang dihasilkan adalah pembuatan resep-resep sederhana seperti puding kelor, bola ubi isi ikan, serta dadar telur kelor wortel, yang disesuaikan dengan selera masyarakat setempat namun tetap padat gizi.

Petrus Belarminus, S.Kep.,Ns.,M.Kep, salah satu anggota tim menegaskan pentingnya pelibatan aktif ibu balita dalam praktik pembuatan PMT.

“Mereka tidak hanya diajari, tetapi diajak mempraktikkan langsung. Menu harian sederhana kami susun bersama dengan para kader dan ibu-ibu, dengan mempertimbangkan bahan-bahan yang mudah diperoleh di desa,” paparnya.

Senada, Grasiana Florida Boa, S.Kep.,Ns.,M.Kep dan Maria Mencyana Pati Saghu, S.Kep.,Ns.,M.Kes menyatakan bahwa keterlibatan ibu sebagai pelaku utama pengasuhan akan menentukan keberhasilan intervensi gizi.

“Ini bukan hanya soal informasi, tapi perubahan pola pikir dan perilaku dalam keluarga,” tambah Ririn Widyastuti, SST., M.Keb.

Sementara itu, Hironimus Mone Ngongo, S.Kep.,Ns.,MH menekankan bahwa kegiatan ini menargetkan terjadinya perubahan nyata dalam perilaku masyarakat terhadap pemenuhan gizi balita.

“Dengan perubahan perilaku yang konsisten, angka gizi buruk dapat ditekan secara bertahap dan berkelanjutan,” ujarnya.

Kegiatan yang berlangsung selama beberapa hari ini mendapat sambutan hangat dari pemerintah desa.

Kepala Desa Mandungo, Yubianto Sam, menyampaikan apresiasinya atas inisiatif tim dosen dan mahasiswa.

Ia berharap kegiatan serupa dapat dilakukan secara berkala dan terintegrasi dengan program puskesmas.

“Kami sangat terbantu. Kegiatan ini membuka mata kami untuk melihat kondisi gizi masyarakat dengan lebih serius. Kami akan berkoordinasi dengan puskesmas untuk tindak lanjut ke depannya,” ungkap Yubianto.

Ia juga berharap agar sinergi antara pemerintah desa, puskesmas, dan institusi pendidikan tinggi bisa menjadi model intervensi berkelanjutan yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.

Salah satu tantangan yang ditemukan dalam pengabdian ini adalah masih kuatnya ketergantungan masyarakat terhadap bantuan makanan instan dari luar wilayah.

Hal ini menjadi ironi di tengah potensi kekayaan pangan lokal yang dimiliki Desa Mandungo.

Oleh karena itu, program ini juga berupaya membangun kembali kemandirian pangan melalui edukasi dan penguatan budaya lokal.

Melalui pendekatan yang menyeluruh dan menyentuh aspek budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat, kegiatan ini diharapkan mampu memberikan dampak jangka panjang dalam meningkatkan kualitas gizi anak-anak di desa tersebut.

Lebih dari sekadar kegiatan pelatihan, program ini membuka ruang dialog, membangun kesadaran, dan menciptakan harapan baru akan masa depan generasi penerus yang lebih sehat dan cerdas.

Dengan menekankan pada partisipasi aktif masyarakat, kegiatan pengabdian ini menjadi bukti nyata bahwa solusi masalah gizi balita tidak selalu bergantung pada intervensi besar dan bantuan dari luar. Justru, pemberdayaan dari dalam—berbasis potensi lokal dan kearifan masyarakat—menjadi jalan yang paling berkelanjutan untuk perubahan.

Melalui semangat gotong royong dan kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat, Desa Mandungo telah menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal-hal sederhana, dari dapur-dapur rumah tangga, menuju masa depan anak-anak yang lebih sehat dan bergizi.

Pos terkait