Kloning Manusia: Tantangan Hukum Kodrat dan Etika di Era Teknologi Canggih

Dalam upaya manusia untuk menciptakan kehidupan melalui kloning, tampaknya peran Allah sebagai Pencipta tergeser. Praktik ini bertentangan dengan hukum kodrat yang mengekalkan kebijaksanaan rencana ilahi.

Penulis: Herman Khaferius Seran, Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang


SuluhDesa.com | Praktik kloning, awalnya terfokus pada tumbuhan untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian.

Namun, eksperimen lebih lanjut membawa kita pada pemahaman kloning pada mamalia dan, kontroversialnya, kloning manusia.

Pada era milenial ketiga ini, isu ini memicu perdebatan antara para teolog moral, psikolog, dan masyarakat pada umumnya.

Baca Juga: Pembenaran Manusia dalam Konsep Thomas Aquinas dan Konsili Trente dengan Ritus Budaya Reba Ngada

Manfaat dan Etika Kloning Manusia

Kloning manusia terbagi menjadi tiga jenis: kloning embrional, kloning DNA dewasa, dan kloning terapeutik.

Meskipun menyajikan potensi bagi pasangan yang sulit memiliki anak, praktek ini membawa implikasi etika yang kompleks.

Kita menyambut perkembangan teknologi yang membantu keluarga dengan kesulitan, namun, seiringnya, kita harus berhati-hati terhadap kemungkinan komersialisasi tubuh manusia.

Baca Juga: Wala… Fanatisme Suporter PSN Ngada Luar Biasa, Ukuran NTT Tidak Ada yang Bisa Saingi! Oba Bhai…

Hidup sebagai Komoditas

Sisa-sisa embrio hasil kloning, yang sering dibuang, menimbulkan dilema etika.

Dalam perspektif moral kristiani, tindakan ini dianggap menyimpang karena mengabaikan nilai kehidupan yang sudah terbentuk.

Lebih lanjut, kloning manusia membawa risiko manusia dianggap sebagai objek belaka, alih-alih individu yang unik dan berharga.

Baca Juga: Menggugat Paradigma Antroposentrisme: Siapakah Manusia Di Hadapan Alam

Penolakan Gereja Katolik

Gereja Katolik menegaskan penolakannya terhadap kloning manusia.

Mereka melihatnya sebagai reduksi terhadap Kodrat Allah, yang menciptakan manusia sebagai mahkluk paling mulia.

Dalam upaya manusia untuk menciptakan kehidupan melalui kloning, tampaknya peran Allah sebagai Pencipta tergeser.

Praktik ini bertentangan dengan hukum kodrat yang mengekalkan kebijaksanaan rencana ilahi.

Baca Juga: Filsafat Sebagai Jalan Membangun Relasi Sosial

Hukum Kodrat dan Etika

Hukum kodrat merefleksikan rencana ilahi dan partisipasi manusia dalam hukum abadi.

Dalam konteks kloning manusia, kurangnya penghormatan terhadap pribadi manusia dan makhluk hidup membuka pintu bagi eksploitasi.

Manusia sebagai citra Allah dianggap terancam oleh tindakan kloning yang menggiring manusia untuk berperan sebagai pencipta.

Baca Juga: FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NEGARA

Menantang Kemuliaan Allah

Dengan teknologi kloning, manusia tampak mencoba menggantikan peran Allah sebagai sumber kehidupan.

Kloning menjadi tantangan bagi hukum kodrat, di mana manusia berusaha menciptakan kehidupan tanpa memuliakan Sang Pencipta.

Etika juga terancam karena praktek ini tidak menghormati nilai pribadi manusia yang seharusnya dihargai.

Baca Juga: Perayaan Ekaristi Buka Perkuliahan di Fakultas Filsafat Unwira Kupang

Kesimpulan

Kloning manusia, meskipun memiliki potensi manfaat bagi keluarga yang kesulitan memiliki anak, membawa implikasi serius terhadap hukum kodrat dan etika.

Tantangan utama adalah menjaga keselarasan antara perkembangan teknologi dan penghormatan terhadap kehidupan dan martabat manusia.

Hati-hati dan refleksi etis diperlukan untuk mengatasi permasalahan kompleks ini dan menjaga keseimbangan antara keberlanjutan teknologi dan kehormatan terhadap kodrat manusia. ***

Pos terkait