Dosen Seni dan Koordinator Prodi S-2 Ilmu Linguistik PPs Undana
Weri latung gok latung, weri woja ako woja. Ungkapan (goet) tua etnik Manggarai di Flores ini kental dengan makna filosofis. Dalam pandangan semiotika musik, ungkapan ini menekankan keseimbangan dan keselarasan bunyi serta memberi kesan yang kuat akan karakteristik pada melodi. Seperti sebuah genre musik progresif rock yang penuh gairah, puitis, memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan suara yang baru. Dalam perspektif semiotika budaya ungkapan ini dibaca sebagai perjuangan hidup. Kesuksesan itu diperoleh melalui kerja keras (dempul wuku tela toni). Ungkapan ini layak didaraskan dalam mengiring ritual pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Ir. Damianus Adar, M.Ec sebagai guru besar dalam bidang pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Universitas yang memiliki semangat berwawasan global.
Parang dan Bakul: Meretas Kelaparan Pangan
Dalam prosesi pengukuhan guru besar Prof. Damianus Adar diawali dengan ronda. Para pemain caci memulai dengan menari (kelong), setelah beberapa hitungan gerakan, mereka melakukan atraksi (paki). Mengawali prosesi dengan caci dan ronda memberi kesan estetik yang menghidupkan. Sangat beralasan caci dipertunjukkan pada momen ini, sebab dalam tradisinya estetika caci muncul sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen. Sangat pas caci dipertunjukan pada momen pengukuhan guru besar Prof. Damianus Adar.
Syair-syair dalam ronda ini mengungkapkan kegembiaraan, syukur sekaligus sebagai bentuk menggayung energi baru bagi Prof. Damianus Adar untuk berkarya di ladang pengetahuan Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Ladang yang mengolah peradaban manusia dalam bidang pertanian.
syair ronda yang dilantunkan mengisahkan sebuah perjalan panjang penuh harapan untuk menjadi seorang profesor. Dan saat ini beliau telah meraihnya. Dalam syair ronda ini, raihan guru besar Prof. Damianus Adar dalam bidang pertanian diperoleh karena ketekunan dan kerja kerasnya dalam serangkaian ritual kehidupan. Ritual kehidupan itu tidak terlepas dari padi dan jagung.
Padi dan jagung bukan sekadar pangan yang hanya memberi kekuatan jasmani, akan tetapi di dalamnya memberi makna filosofis. Makna itu termanifestasi melalui cara mengolah ibu bumi secara bijak yang mengedepankan semangat pengetahuan dan kemanusiaan.
Syair ronda yang dilantunkan menyerukan spirit baru bagi generasi muda untuk mencintai ibu bumi. Ibu yang memberi kehidupan, sekaligus spirit serupa untuk berjuang pada jalan dunia akademik/pendidikan.
Setelah ronda selesai, acara dilanjutkan dengan penyerahan cindera mata kepada Rektor Universitas Nusa Cendana. Prof. Max Sanam. Penyerahan cindera mata ini adalah ungkapan hati Prof. Damianus Adar dan seluruh keluarga besar Manggarai kepada Rektor Undana. Termasuk institusi yang telah memberi kesempatan kepadanya untuk berkarya.
Cindera mata yang diserahkan berupa parang dan Bakul (dalam bahasa Manggarai kope agu roka) adalah bentuk perjuangan dan semangat dalam menapaki kehidupan. Parang yang digunakan sebagai alat pertanian adalah symbol kegigihan dalam mengolah tanah untuk ditumbuhi tanaman yang berguna bagi kehidupan. Bakul (roka) adalah wadah yang mengumpulkan semua hasil pertanian untuk disimpan dan didistribusi.
Parang dan bagul ini juga sebagai symbol kesiapan Prof. Dr. Ir. Damianus Adar, M.Ec, dalam mengemban tugas sebagai seorang guru besar dalam melayani Undana sebagai kebun bersama untuk diolah dan dihidupi. Dua alat pertanian ini dimaknai sebagai symbol ketajaman dalam menata ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk Undana berdampak.
Hidden Ekofeminisme: Harmoni Peradaban Pertanian
Penganut ekofeminisme, seperti kaum cultural studies melihat bumi ini sebagai ibu. Karena itu mereka terus mengakampanyekan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian ibu bumi ini terus menghidupi umat manusia dengan susu dan madu yang melimpah. Seperti para penganut biosentrisme, kelompok ini menyadari bahwa pertanian merupakan peradaban yang terus mengidupi manusia, dan manusia terus bergantung pada peradaban ini.
Prof. Dr. Ir. Damianus Adar, M.Ec dalam orasi ilmiahnya secara implisit melihat peradaban pertanian sebagai kekuatan dalam abad ini dan tidak layak dipunggungi. Baginya, beberapa hal ini perlu diperhatikan dalam meretas kelaparan pangan dan kemiskinan ekonomi. Pertama, perbaikan produktivitas. Kedua, efisiensi produksi, dan ketiga, pemasaran.
Beberapa catatan kritis inilah yang saya tangkap sebagai orang yang secara akademik tidak memahami pengetahuan bidang pertanian termasuk dalam tinjauan ekonominya. Bagi saya, catatan-catatan kritis yang disampaikannya adalah ekofeminisme yang tersembunyi. Atau, dalam semiotika music dibaca sebagai keseimbangan dan keselarasan bunyi.
Produksi yang banyak satu sisi memberi kekuatan pada ketahanan pangan. Akan tetapi, sisi lain menjadi soal ketika kualitas produksi pangan tidak terkontrol. Produksi yang berlebihan tanpa menjaga kualitas justru menurunkan harga. Memberi prioritas pada jumlah produksi tanpa mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, ini yang oleh kalangan ekofenisime sebagai eksploitasi. Gawatnya dari eksploitasi ini adalah overdosis penggunaan bahan kimiawi dalam proses produksi. Ringkasnya, produksi yang ramah lingkungan.
Ini yang oleh Prof. Damianus Adar tekankan sebagai perbaikan produktivitas. Seperti music, produksi bunyi yang berlebihan akan mengganggu harmonisasi. Karena itu ekplorasi bunyi seperti halnya ekspolitasi alam harus dikontrol dan diorkestrasi secara ketat sehingga tercipta music yang indah.
Efisiensi produksi merupakan hiiden ekofeminisme kedua yang ditangkap dari pidato ilmiahnya. Efisiensi berkaitan erat dengan jumlah distribusi. Memproduksi pangan dan distribusi berelasi terhadap harga di pasar. Hal ini berhubungan dengan ketahanan ekonomi bagi para petani. Sebab prinsip utamya adalah produksi pertanian semestinya memberantas kemisikinan dan menekan kelaparan. Sehingga, harapan akan ekonomi yang berkeadilan itu terealisasi. Dengan demikian kesejahteraan benar-benar hadir di tengah masyarakat pertanian.
Ketiga, pemasaran. Pemasaran dikaitkan dengan revolusi bidang pertanian. Revolusi yang dimaksud Prof. Damianus Adar dibaca sebagai upaya pembaharuan system dan metode dalam mengemas pemasaran. Hal ini mengerucut pada konsep ekonomi hijau. Di dalamnya termasuk melihat peluang tidak melulu tentang keuntungan, akan tetapi juga sebagai ancaman. Ancaman ini mengarah pada dua hal, pertama stabilitas harga dan dampak terhadap lingkungan. Yang rentan terhadap tingginya permintaan dalam pemasaran adalah dipacunya produktivitas pertanian.
Kelebihan produktivitas inilah yang menjadi ancaman terhadap lingkungan dan ekonomi para petani. Konsekuensi logisnya adalah harga menjadi turun dan dalam proses produksi mengabaikan lingkungan. Paling tidak ini pengabaian terhadap konsep ekonomi hijau. Harapan terbesarnya adalah adanya kesinambungan dan keberlanjutan dalam revolusi pertanian.