Desa Radabata, yang sedang mengalami pembangunan geothermal secara besar-besaran, menuai kekhawatiran dari banyak masyarakat.
Forum Pemuda Peduli Lingkungan berusaha menolak proyek ini, tetapi pemerintah pusat tidak dapat membantah program kerja yang telah ditetapkan.
Proyek ini dianggap berdampak buruk pada ruang hidup masyarakat, terutama karena lokasinya yang dekat dengan perkuburan, rumah ibadat, dan bahkan rumah sakit.
Penulis: OKTAVIANUS SURU ROJA
SuluhDesa.com | Lingkungan tempat kita hidup saat ini menghadapi krisis yang semakin memburuk.
Salah satu bukti nyata terjadinya krisis ini terlihat di Desa Radabata, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dalam beberapa bulan terakhir, dampak dari proses pembangunan geothermal di Desa Radabata sudah mulai dirasakan oleh masyarakat setempat.
Mobil yang keluar masuk untuk mengangkut material dari area pembooran menyebabkan debu, yang berakibat pada masalah pernapasan seperti batuk dan pilek.
Bencana alam ini tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga memengaruhi kehidupan makhluk hidup lain di wilayah tersebut.
Penulis mengangkat fenomena ini untuk menyoroti perilaku manusia dan oknum kepemerintahan di wilayah tersebut.
Gaya hidup yang tidak ramah lingkungan dan kepentingan pribadi yang mendahulukan uang di atas keberlanjutan lingkungan menjadi sorotan.
Robert P. Borrong dalam bukunya “Etika Bumi Baru” menyatakan bahwa kerusakan lingkungan dipicu oleh tindakan manusia yang menguasai dan mengeksploitasi alam dengan cara yang merugikan.
Meskipun sudah ada usaha dari sebagian masyarakat, termasuk Forum Pemuda Peduli Lingkungan, untuk mencegah kegiatan pembooran, kesadaran akan dampak buruk dari proses ini masih belum merata.
Baca Juga: Mahasiswa Frater Indonesia Hadiahkan Songkok Songke Khas Manggarai kepada Paus Fransiskus Di Vatikan
Gereja juga berusaha memberikan penyuluhan mengenai dampak pembangunan geothermal ini, meskipun kontribusi langsung gereja terhadap situasi saat ini masih terbatas.
Masalah Pembangunan Geothermal di Radabata
Desa Radabata, yang sedang mengalami pembangunan geothermal secara besar-besaran, menuai kekhawatiran dari banyak masyarakat.
Forum Pemuda Peduli Lingkungan berusaha menolak proyek ini, tetapi pemerintah pusat tidak dapat membantah program kerja yang telah ditetapkan.
Proyek ini dianggap berdampak buruk pada ruang hidup masyarakat, terutama karena lokasinya yang dekat dengan perkuburan, rumah ibadat, dan bahkan rumah sakit.
Meskipun energi panas bumi geothermal memiliki potensi sebagai sumber energi bersih dan terbarukan, penggunaannya tidak terlepas dari dampak negatif.
Baca Juga: Paus Johannes Paulus II: Ikon Agama dan Juru Damai Abad Modern
Pembangunan proyek geothermal di Radabata dianggap mengancam sektor pertanian masyarakat, dan meski proyek ini sudah berlangsung, masyarakat terus menuntut jaminan untuk meminimalkan dampak negatifnya.
Seruan Paus Fransiskus dalam “Laudato Si”
Peningkatan suhu bumi, penurunan kualitas air, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi kondisi umum yang dirasakan oleh manusia dewasa ini.
Paus Fransiskus menyoroti dampak polusi udara, yang secara khusus mempengaruhi kaum miskin.
Beliau menekankan bahwa polusi dari industri dan zat-zat berbahaya menyebabkan pengasaman tanah dan air, menciptakan persoalan ekologis yang melibatkan masyarakat global dan lokal.
Paus Fransiskus menulis bahwa merusak lingkungan termasuk dalam kategori orang berdosa.
Baca Juga: Kenali 5 Tokoh Bersejarah Berpengaruh dalam Gereja Katolik: Dari Pemimpin Pertama hingga Paus Modern
Bersama Patriark Bartolomeus, mereka menyerukan perlunya pertobatan dalam memperlakukan bumi ini.
Paus mengingatkan bahwa setiap kerusakan ekologis yang kita sebabkan, baik besar maupun kecil, harus diakui sebagai kontribusi terhadap luka dan kerusakan lingkungan.
Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan
Lingkungan hidup adalah tempat berkembangnya kehidupan manusia, dan keberlanjutan lingkungan ini merupakan tanggung jawab bersama.
Masyarakat desa Radabata harus menyadari bahwa lingkungan hidup adalah ciptaan Allah yang perlu dijaga.
Tindakan manusia yang merusak alam menunjukkan bahwa alam dianggap sebagai alat pemenuhan kebutuhan individu semata.
Tanggung jawab manusia terhadap kerusakan alam perlu diperkuat, dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan adalah kunci untuk keberlanjutan hidup kita bersama. ***