KUPANG, suluhdesa.com | Kesuksesan penyelenggaraan penilaian kompetensi berbasis assessment center sangat ditentukan oleh simulasi yang ditetapkan.
Wilfridus M. Kako Nono, penerjemah, telah mengidentifikasi 9 simulasi menurut George Thornton dan Debora Rupp, beserta kelebihan dan kekurangannya, serta faktor apa saja yang dipertimbangkan dalam penyusunan simulasi.
Pada sesi berikut, pembedah kedua Zul Sweizon Amran, ST, MA, asesor SDM Aparatur Badan Kepegawaian Negara, pada Webinar Bedah Karya Terjemahan Simulation Exercises, akan fokus pada strategi penyusunan simulasi.
Senada dengan paparan Wilfrid, Zul menegaskan kembali defenisi simulasi yang dirujuknya dari KEPMENAKER 293 2019 tentang SKKNI ASSESSMENT CENTER.
“Merupakan kasus yang dirancang secara spesifik dan sistematis, untuk menstimulasi perilaku peserta assessment center, yang akan menggambarkan kompetensi yang relevan dengan pekerjaan pada jabatan sasaran.”
Zul memaparkan 4 keunggulan simulasi. Pertama, simulasi dapat memunculkan perilaku yang kompleks dapat diamati secara langsung.
Kedua, simulasi memungkinkan dilakukan penilaian secara simultan terhadap berbagai dimensi perilaku asesi.
Ketiga, melalui simulasi asesi dimungkinkan untuk berespon secara alamiah.
Terakhir, simulasi dianggap lebih memiliki relevansi dengan pekerjaan dari pada paper & pencil test.
Dikatakanya, poin penting simulasi adalah trigger dimana simulasi harus mampu merangsang asesi memunculkan kemampuannya secara optimal.
Selain trigger, poin lain adalah knowledge and skills, artinya simulasi harus mampu memunculkan pengetahuan dan keterampilan asesi.
Baca Juga: Model Seminari Diaspora Regio Timor, Wujud Kebangkitan Seminari Mataloko Pasca Pendemi Covid-10
Poin lain tak kalah penting adalah similarity. Similarity artinya simulasi yang didesain mirip dengan realitas atau kenyataan job target.
Zul menambahkan diferensiasi merupakan poin urgen dalam penyusunan simulasi, artinya simulasi tersebut mampu membedakan kemampuan setiap individu asesi.
Tentu terakhir, poin standarisasi, artinya sesuai dengan kaidah dari masing-masing asesi.
Lebih lanjut Zul menegaskan pentingnya tools untuk menyusun simulasi adalah survey.
Menurutnya, survey dilakukan oleh perancang simulasi untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan simulasi.
Survey dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, studi literatur. Perancang simulasi wajib mempelajari dan menganalisis profile company, kamus dan profile competency, job desc, Key Performance Indicator (KPI), struktur organisasi serta data dan informasi pendukung lainnya.
Kedua, survey dapat dilakukan dengan cara studi lapangan untuk menggali informasi target job dan organisasi (interview dan FGD). Juga, perancang dapat melakukan observasi lapangan job target.
Keluaran dari dua pendekatan di atas adalah hasil survey job target dan organisasi.
Mengapa perancang harus melakukan survey? Zul mengedepankan tiga alasan utama, yakni survey dilakukan untuk mengetahui ruang lingkup pekerjaan, tugas dan tanggung jawab dari job target yang akan diukur.
Kedua, survey dilakukan untuk mengetahui ekspektasi stakeholder maupun pimpinan dari job target.
Terakhir, survey memungkinkan perancang mengetahui karakteristik organisasi dan business process yang ada di dalamnya.
Seorang perancang desain simulasi harus memperhatikan prinsip yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Dikatakan Zul, yang perlu dilakukan perancang simulasi adalah konstruksilah simulasi dalam sistematika yang mudah dipahami dan mudah diadministrasikan.
Baca Juga: Webinar Simulation Exercises: PNS Wajib Tahu 9 Simulasi Metode Assessment Center, Mana Yang Terbaik?
Selanjutnya, buatlah konten yang relevan dengan job target dan memperhatikan kepatutan.
Pula siapkan peralatan penunjang yang diperlukan dan perlakukan asesi secara adil.
Selain itu, pertimbangkan pemilihan konten simulasi senetral mungkin agar dapat mengukur kompetensi asesi secara obyektif.
Terakhir, pertimbangkan pemilihan konten simulasi senetral mungkin agar dapat mengukur kompetensi asesi secara obyektif.
Selain hal yang dilakukan perancang simulasi, dikatakan Zul ada pula yang tidak boleh dilakukan perancang dalam penyusunan simulasi, yaitu hindari memasukkan jumlah kompetensi secara berlebihan.
Hal lain yang dipatuhi perancang simulasi, hindari pembuatan konten yang terlalu sederhana atau memasukkan istilah yang tidak pantas.
Perancang simulasi juga menghindari adanya kondisi/situasi yang membuat asesi merasa diperlakukan tidak adil.
Tentu, perancang simulasi hindari membuat konten simulasi yang terlalu konkret (merupakan pengalaman nyata) yang dapat mengarahkan bagi sebagian asesi.
Zul mengapresiasi Assessment Center Provinsi NTT yang berinisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan webinar secara nasional.
Tentu ia mengapresiasi secara khusus kepada penerjemah Simulation Exerices, Wilfridus M. Kako Nono, SS, MHRM.
Menurutnya asesor NTT (asesor BKD, red) telah melangkah lebih maju dan dapat ditiru asesor dan instansi lainnya termasuk BKN. (*)