SULUH DESA | Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman, baik dalam budaya maupun agama. Hubungan antara agama dan negara di Indonesia sangat penting, karena kebijakan pemerintah dapat memengaruhi kehidupan beragama dan sebaliknya. Dalam konteks ini, peran agama sebagai mitra pemerintah menjadi semakin relevan, terutama dalam mendukung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Artikel ini membahas keterlibatan politik agama, khususnya Gereja Katolik, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterlibatan ini bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga sebagai panggilan kerasulan untuk membantu menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Oleh: Yohanes Prandoxa Tahamin
Mahasiswa ITFK Ledalero
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang dikenal dengan keberagaman. Keberagaman negara Indonesia bukan saja dari jumlah budaya yang dihidupi oleh masyarakat, tetapi juga dari sejumlah agama yang dianut oleh masyarakat.
Keberadaan agama dalam sebuah negara tentunya memiliki dampak pada sistem pemerintahan yang di anut oleh negara yang bersangkutan.
Karena pada dasarnya, keberlangsungan hidup beragama sangat bergantung pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan sebaliknya, baik-buruknya kehidupan beragama sangat berdampak pada baik-buruknya kehidupan suatu negara. Karena itu, antara agama dan negara memiliki korelasi.
Baca Juga: Sastra dan Peranannya dalam Formasi Calon Imam: 5 Alasan Penting
Dalam hal ini di Indonesia, kehidupan beragama sudah diatur dalam UUD 1945 yang di mana setiap warga negara wajib memeluk salah satu dari beberapa agama yang diakui oleh negara.
Indonesia Sebagai Negara Demokrasi
Indonesia adalah negara yang mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi menjadi basis politik negara Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) demokrasi diartikan sebagai sebuah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Hal ini ditegaskan pula dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 2 ayat 2, bahwa “kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Berdasarkan pengertian dari demokarasi dan isi UUD 1945 pasal 2 ayat 2 ini, Indonesia adalaah negara yang mengakaui kedaulatan rakyat dan memberikan kedaulatan itu sepenuhnya kepada rakyat.
Dengan pengakuan ini rakyat dilibatkan secara langsung di dalam penyelenggaran kekuasaan.
Rakyat Indonesia tidak hanya memilih para wakilnya seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetapi juga berhak memilih secara langsung Presiden, Gubernur dan Bupatinya.
Dan ini dilaksanakan melalui sebuah pemilu (pemilihan umum).
Karena pemilu adalah dasar dari demokrasi dalam kehidupan bangsa.
Dengan ini sistem demokrasi menjadi pelindung bagi masyarakat dari seorang penguasa tiran.
Karena demokrasi adalah kekuasaan yang didasarkan pada kehendak masyarakat luas, maka yang berkuasa bukanlah seorang tiran yang otoriter.
Baca Juga: Koalisi Partai Politik Menuju Kekuasaan: Sepinya Isu Strategis dari Pembahasan Koalisi
Hak para warga sebagai warga negara lebih terjamin (Budi Kleden, Jurnal Ledalero, 2, Desember 2003).
Agar sistem negara demokrasi dan amanat UUD 1945 dapat dijalankan, maka perlulah suatau jalan yang memungkinkannya bisa berjalan dengan baik.
Dan jalan politiklah yang dipakai oleh pemerintah Indonesia. Akan tetapi politik tidak bisa berjalan sendiri.
Oleh karena itu, para elit harus bekerja sama dengan berbagai istitusi-istitusi yang ditetapkan oleh negara.
Mengenai ini agama, sebagai salah satu elemen normatif dan benteng moralitas bangsa, menjadi mitra yang baik dalam mengamanatkan mandat UUD 1945 dan mendukung sistem demokrasi.
Agama Sebagai Mitra Pemerintah
Agama adalah kumpulan orang-orang yang percaya kepada Tuhan.
Agama juga adalah salah satu sumber keberagaman negara Indonesia.
Baca Juga: Demokrasi dan Preferensi Politik
Di Indonesia ada 6 agama besar yang dianut oleh masyarakat dan yang diakui oleh negara; seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Sebagai negara demokrasi, rakyat diberi kebebasan untuk memilih dan menganut salah satu dari agama-agama tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) agama diartikan sebagai sebuah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu.
Dengan ini, agama adalah suatu hal yang hanya berurusan dengan Tuhan. Hanya mengatur relasi manusai dengan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai dasar dan tujuan dari sebuah kehidupan.
Dan akan sangat bertentangan bila dihubungkan dengan politik.
Akan tetapi, pada dasarnya tugas agama dan negara adalah sama, yaitu memperjuangkan nilai kemanusiaan, keadilan, kedamaian, dan juga kesejahteraan bagi segenap penganut agama dan masyarakat negara.
Di Indonesia agama memiliki peran yang sangat besar dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai tersebut.
Baca Juga: Sastra dan Peranannya dalam Formasi Calon Imam: 5 Alasan Penting
Hal inilah yang menjadikan agama sebagai mitra yang baik bagi negara dan politik dalam mengamanatkan mandat Uud 1945 dan mendukung sistem demokrasi Indonesai.
Pada tatanan mondial, hubungan antara agama dan negara bersifat sangat kompleks.
Di satu pihak, agama tidak pernah boleh direduksi hanya kepada sistem politik tertentu.
Namun di pihak lain, agama selalu lahir dari kebudayaan tertentu dan karena itu sangat rentan untuk diperalat.
Secara teoritis, relasi antara agama dan negara dapat dipetakan kedalam empat pola hubungan.
Pertama, negara menjadikan agama sebagai basis legitimasi kekuasaan.
Kedua, agama menguasai negara untuk menjalankan kekuasaan religius sekaligus profan.
Ketiga, sebagai reaksi terhadap praktik penyatuan agama dan negara, maka pada abad modern munculah konsep pemisahan tegas antara agama dan negara.
Dan keempat, agama dibedakan untuk selanjutnya saling bekerja sama (Silvano, 2017).
Dari keempat hal di atas, sesungguhnya demi terciptanya cita-cita bangsa, relasi antara negara dan agama perlu ditata dan diatur dengan baik karena pada dasarnya setiap agama hidup dalam sistem yang dikeluarkan oleh negara.
Dan keberadaan dan relasi antar keduanya sangat berdampak bagi kehidupan negara dan juga agama itu sendiri.
Kebijakan yang yang dikeluarkan oleh negara menentukan ruang gerak agama.
Baca Juga: Koalisi Partai Politik Menuju Kekuasaan: Sepinya Isu Strategis dari Pembahasan Koalisi
Sebaliknya, apa yang dihidupi oleh agama sangat berdampak pada baik-tidaknya kehidupan bernegara.
Dalam tulisan ini, penulis hendak menjelaskan keterlibatan agama dalam dunia politik. Penulis berfokus pada salah satu agama resmi negara, yaitu agama Katolik.
Gereja Katolik Berpolitik; sebuah panggilan kerasulan
Pada dasarnya gereja (Katolik) sebagai istitusi keagamaan yang hidup di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perjalanan bangsa Indonesia salah satunya adalah keterlibatan Gereja dalam dunia politik Indonesia.
Keterlibatan gereja dalam dunia politik bukanlah tanpa dasar. Keterlibatan gereja merupakan tindak lanjut atas mandat Konsili Vatikan II yang di mana gereja memiliki legitimasi magisterial untuk semakin melibatkan diri dalam kehidupan politis dunia (Budi Kleden, 2003).
Ketika menghadapkan gereja dan politik, berbagai pandangan pun mencuat ke permukaan.
Ada yang berpandangan bahwa gereja dan politik memiliki pemisahan relasi yang jelas dan tegas.
Gereja hanya berkutat dengan urusan rohani atau mengurusi hubungan pribadi dengan Tuhan.
Baca Juga: Demokrasi dan Preferensi Politik
Sedangkan politik bergerak dalam ranah sosial-politik dan erat kaitannya dengan perjalanan duniawi. Hal ini menjadi alasan melebarnya titik temu antara gereja dan politik.
Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa politik merupakan wadah reflektif dari iman gereja itu sendiri.
Pemaknaan akan iman dalam gereja diseminasi dalam wilayah politis (Hadut, Vox, 2, 2023).
Dan pada dasarnya, keterlibatan gereja dalam dunia politik bukan untuk merebut kekuasaan melainkan untuk membantu negara demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Juga demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berprikemanusiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal inilah yang memungkinkan gereja untuk tidak terlepas dengan urusan politik.
Dan keduanya tidak terpisah tetapi saling beririgan.
Perlu diketahui bahwa keterlibatan gereja dalam dunia politik tidak bersifat mengikat atau berada di bawah naugan partai politik tertentu melainkan dalam berpolitik gereja mesti bersifat netral.
Gereja tidak boleh memihak. Karena itu, dalam keterlibatannya Gereja tidak bergabung dalam suatu instansi politik dan juga partai politik.
Gereja melibatkan dirinya dengan menyuarakan nilai-nilai yang tentunya dapat menghantar bangsa ini pada tujuan yang dicita-citakan.
Dan seruan Gereja tidak pada forum politik, melainkan pada setiap kebijakan yang dikeluarkan dan juga pada setiap nota pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup (Pemimpin Gereja Lokal).
Baca Juga: Sastra dan Peranannya dalam Formasi Calon Imam: 5 Alasan Penting
Dalam sejarah perjalanan bangsa ini, keterlibatan gereja dalam dunia politik sangat membantu pemerintah dalam menjalankan setiap program yang telah diprogramkan.
Karena pada dasanya setiap Nota Pastoral (surat gembala) yang dikeluarkan oleh para uskup, merupakan refleksi teologis dari kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah.
Keterlibatan gereja dalam politik, tidak saja hanya sebatas seruan pastoral, tetapi juga lewat sumbangsih para akademisi gereja melalui tulisan-tulisan ilmiah yang tentunya mengarah pada keberlangsungan hidup bangsa Indonesia.
Hal ini ditandai dengan banyaknya anggota gereja yang menuangkan isi pikiran dalam bentuk buku yang kemudian menjadi referensi bagi hidup dan karya bangsa Indonesia.
Di samping itu, Universitas-universitas Katolik adalah bentuk nyata dari keterlibatan politik Gereja dalam membangun nusa dan bangsa Indonesia.
Penutup
Keterlibatan politik agama secara khusus gereja Katolik bukanlah suatu bentuk penyangkalan terhadap identitas gereja yang menurut sebagian besar orang hanya berurusan dengan Tuhan, tetapi keterlibatan gereja dalam politik merupakan relevansi dari keberadaannya di dunia.
Baca Juga: Sastra dan Peranannya dalam Formasi Calon Imam: 5 Alasan Penting
Dan merupakan sebuah panggilan kerasulan. Karena pada dasarnya gereja dipanggil bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.
Daftar pustaka:
- Silvano Baghi, Negara Bukan-Bukan. Maumere, Penerbit Ledalero 2017.
- Paulus Budi Kleden, kenapa demokrasi? Mencari kekuatan dan kelemahan demokrasi dalam Jurnal Ledalero vol.2, No. 2, Desember 2003
- Paul Budi Kleden, Teologi Terlibat. Maumere, Penerbit Ledalero 2003.
- Aven Hadut, Gereja dan Politik: Berdayung di antara Tuan atau Hamba dalam Majalah VOX seri 70/02/2023.