Kupang, suluhdesa.com – Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan Diseminasi Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan dan Arah Kebijakan Makroprudensial Terkini di Ruang Nembrala, Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT, pada Rabu (29/10). Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan perbankan, asosiasi, dan pelaku usaha di Provinsi NTT. Fokus utama pembahasan adalah bauran kebijakan makroprudensial dan implementasi Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Dhaha Praviandi Kuantan, menjelaskan bahwa KLM merupakan fasilitas likuiditas yang diberikan kepada perbankan berdasarkan underlying kredit atau pembiayaan tertentu. Kebijakan ini bertujuan untuk menstimulasi peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor-sektor prioritas perekonomian nasional, seperti sektor produktif (pertanian, perdagangan, dan industri/manufaktur), perumahan dan real estate, transportasi, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta pembiayaan UMKM, ultra mikro, dan kegiatan berorientasi hijau (green financing).
Diharapkan, KLM dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta memperluas lapangan kerja. Hingga minggu pertama Oktober 2025, total insentif KLM yang telah disalurkan mencapai Rp393 triliun, dengan rincian: Himbara (Rp173,6 triliun), BUSN (Rp174,4 triliun), BPD (Rp39,1 triliun), dan KCBA (Rp5,7 triliun).
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Rio Khasananda, menyampaikan bahwa sistem keuangan di NTT tetap menunjukkan ketahanan yang baik di tengah ketidakpastian ekonomi global, dengan pertumbuhan intermediasi yang positif. Pada triwulan III 2025, terdapat perbaikan likuiditas, peningkatan profitabilitas, serta efisiensi operasional perbankan di NTT. Namun, tantangan masih ada dalam hal inklusi keuangan dan penyaluran kredit ke sektor produktif, UMKM, dan perumahan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi yang mendorong sisi hulu dan hilir, seperti penggunaan skema pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik daerah serta peningkatan literasi keuangan masyarakat dan pelaku usaha. Selain itu, sinergi antara otoritas, perbankan, dan pelaku usaha perlu terus ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi NTT yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing.**





