14 Februari 2024, ANTARA TUHAN, KAU, dan DIA: RABU ABU, VALENTINE, dan DEMOKRASI

 

Seperti sebuah pertunjukan besar, beradu narasi menjadi hal yang biasa terjadi menjelang musim pemilu.Terkait dengan hal ini, kita dapat mengingat sosok Cicero, filsuf Romawi yang terkenal dengan seni persuasi lisan.

Penulis: Ostond Suru


SuluhDesa.com | 14 Februari adalah hari yang disebut-sebut sebagai Hari Kasih Sayang se-dunia.

Valentine’s Day, begitu dunia menyebutnya. Sebuah hari yang diakui sebagai puncaknya pembuktian kasih sayang khususnya bagi kaum muda-mudi, sepasang kekasih yang sebenarnya belum halal.

Biasa disimbolkan dengan pemberian cokelat, bunga dan lain sebagainya yang melambangkan kasih sayang kepada seseorang yang disayangi.

Baca Juga: Prabowo Dorong Industri Pertahanan RI Kembangkan Kapal Serang Ringan Destroyer Anti Deteksi

Namun pada moment Valentine’s tahun ini cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

14 februari 2024 ini menjadi beda di mana dalam hari yang sama terdapat tiga momentum yang sangat-sangat penting.

Tiga momentum itu yakni Rabu Abu, Valentine, dan ajang pesta Demokarsi Indonesia.

Pada tulisan kali ini kita akan membedah tiga unsur penting yang terjadi pada 14 Februari tahun 2024 ini kemudian kita mencoba untuk menghubungkan keselarasan dari tiga momentum ini.

  • Rabu Abu bagi umat katholik merupakan ibadah yang dilakukan gereja 40 hari sebelum paskah. Makna serta tujuan ibadah rabu abu ini adalah sebagai upaya menyadarkan umat akan keberadaan dirinya, bahwa manusia berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu.

Prosesi ini umat diajak masuk ke dalam keheningan bahwa sejatinya dirinya adalah berasal dari abu dan pada saatnya akan kembali menjadi abu.

Siapa pun manusia itu, tidak peduli akan jabatan dan kekayaan, seberapa kaya, seberapa ganteng, seberapa cantik, seberapa terkenal, seberapa pandai, pada saatnya akan kembali menjadi abu.

Manusia yang hanya abu itu, sebenarnya bisa hidup dan menikmati hidup karena “dipinjami” kehidupan oleh Tuhan. Iya, dipinjami,sehingga sebenarnya hidup ini adalah pinjaman dan bukan milik manusia.

Baca Juga: Selain Dilanjutkan, Gibran Ingin Kartu Tani dan Bansos Lebih Tepat Sasaran

Maka adalah bodoh jika manusia dalam hidupnya berlaku semena-mena, sombong, kejam dan tidak peduli sesama ciptaan.

Adalah bodoh jika manusia merasa kekayaannya, kegantengannya, kepandaiannya, kesalehannya adalah miliknya.

Semua adalah milik Tuhan, manusia hanya berhak menggunakan semua “pinjaman” itu sesuai kehendak-Nya, yaitu untuk kebaikan bersama.

  • Valentine

Melihat hari Valentine, kebanyakan orang biasanya memikirkan coklat, mawar, atau boneka beruang.

Orang cenderung melupakan alasan dibalik pemberian tersebut. Ketika seseorang saling mencintai, itu bukan hanya soal hadiah. Ini tentang perasaan orang terhadap orang yang mereka cintai.

Hari Valentine adalah hari yang ditentukan untuk menunjukkan emosi dan perasaan itu sedikit lebih banyak.

Senior Emily Schmidt mengatakan, “Hari Valentine mempertemukan pasangan dan mereka yang tidak berpasangan. Saya suka bagaimana orang-orang masih bisa menemukan cara untuk berkumpul dan merayakan Hari Valentine.”

Entah mereka sedang menjalin hubungan atau tidak, Hari Valentine adalah tentang cinta. Hari Valentine adalah pengingat yang baik untuk mengingatkan semua orang bahwa mereka dicintai.

Orang dapat menunjukkan cintanya dengan cara seperti catatan cinta, sikap ramah, mengatakan secara lisan kepada orang tersebut bahwa mereka dicintai dan menunjukkan bahwa seseorang mencintai mereka.

Hadiah bukanlah satu-satunya cara seseorang menunjukkan rasa cintanya; pasangan atau sahabat bisa merayakan Valentine tanpa biaya sama sekali. Inilah sebabnya mengapa Hari Valentine menjadi istimewa.

  • Demokrasi

Suasana kian memanas menjelang Pemilu 2024 yang tinggal menghitung hari. Para elite politik telah membanjiri linimasa pemberitaan dan media sosial dengan argumentasi dan pokok pikiran mereka.

Seperti sebuah pertunjukan besar, beradu narasi menjadi hal yang biasa terjadi menjelang musim pemilu.Terkait dengan hal ini, kita dapat mengingat sosok Cicero, filsuf Romawi yang terkenal dengan seni persuasi lisan.

Kemampuannya berbicara di depan umum berhasil mendapatkan simpati publik dan menjadikannya seorang konsul pada masanya.

Namun, perlu diingat bahwa zaman Cicero mengandalkan teknik propaganda yang sangat konvensional.

Berbeda dengan sekarang, di mana teknologi mengambil peranan penting dalam menyampaikan propaganda dan narasi kepada para konstituen.

Ketiga  momentum ini dapat dimaknai secara positif dan saling berkaitan, terutama sebagai tanggapan atas isu-isu negatif yang sedang marak dalam menyongsong perhelatan pesta Demokarsi yang sebentar lagi akan dimulai.

Isu-isu yang berbau negatif bukan hal baru dalam perhelatan pesta Demokarsi. Namun semakin derasnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan hadirnya beragam media massa serta media sosial dalam masyarakat, isu-isu ini kian menjadi bola panas yang tiada henti diperbincangkan oleh publik.

Tak hanya pemberitaan-pemberitaan dan kolom-kolom opini yang ramai dengan spekulasi, namun juga komentar-komentar bebas di media sosial yang seringkali juga berpotensi untuk menggiring persepsi publik.

Komentar-komentar inilah yang tak jarang bias secara teori ilmiah maupun religius, sehingga kurang dapat dipertanggungjawabkan.

Orang-orang mencoba untuk menjadi yang paling reaktif dan paling benar menurut hemat mereka sendiri, diskusi-diskusi sehat jarang dikedepankan dan mereka yang tak sepaham saling singkir-menyingkirkan.

Para elit politik juga tak tinggal diam, beberapa berlomba-lomba memanfaatkan momentum kejahatan kemanusiaan ini untuk mendulang suara dan menaikkan citra, karena kini sedang memasuki masa-masa panas perpolitikan.

Kepada umat Katolik yang sungguh-sungguh menjadi suatu warna yang beda pada tanggal 14 Februari tahun 2024 ini musti ingat, ”Konon rasul Paulus pernah mengatakan bahwa, “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih“.

Pada kesempatan lain, Tuhan Yesus pun pernah bersabda untuk meninggalkan ego atas dendam, “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”.

Gila? Tentu saja! Cinta memang gila! Dan mungkin itulah yang membuat cinta bisa mengubah segala keadaan: mendamaikan yang berselisih, mengurai konflik dan permasalahan, meluluhkan hati yang beku.

Oleh karena itu dalam ajang pesta Demokarsi kali ini mari kita  merefleksikan secara serius dalam cinta dan kasih sayang Allah untuk menentukan siapa yang hendak menjadi pelayan setia dan tulus dalam lima tahun yang akan datang.

Mari kita jalani Demokarsi kali ini dengan tidak menebar fitnah, menebar cerita yang tak kita ketahui sendiri kebenarannya, menebar makin banyak spekulasi dan provokasi yang mungkin malah merusak persaudaraan yang sudah kita jaga.

Masyarakat yang benar-benar kritis dan cerdas tak akan menggunakan asas-asas demokrasi untuk sekadar menjadi tameng dalam melakukan tindakan yang tak bisa dipertanggungjawabkan secara moral maupun material.

Jika memang tak bisa memahami etika, pahamilah satu hal: jangan perbuat atau katakan apa pun yang kita tak pernah mau lihat orang lain perbuat atau katakan.

Jangan lupa tanggal 14 kita sebagai orang beragama dan bernegara untuk senantiasa datang ke Gereja dan ke TPS kita.

Sehingga dengan demikian kita dapat merefleksikan diri kita sebagai ciptaan Tuhan, Sebagai orang yang memiliki kasih dan sayang dan juga sebagai masyarakat yang berdemokrasi.

 RABU ABU, VALENTINE, dan DEMOKRASI. ANTARA TUHAN, KAU, Dan DIA. ***

Pos terkait